Alat Penangkap Ikan (Bubu)

Museum Sejarah Jakarta

Jakarta, sekitar tahun 1950

Alat Penangkap ikan tradisional atau dikenal juga dengan sebutan bubu ini terbuat dari anyaman bambu dengan bentuk yang beragam. Bubu umum digunakan di berbagai daerah di Nusantara dan juga Australia.

Bubu mencerminkan kearifan lokal dan pengetahuan tradisional tentang teknologi alat penangkap ikan, biasanya digunakan di sungai-sungai kecil. Cara penggunaannya adalah dengan meletakan perangkap di jalur yang dilewati ikan. Bentuk mulut perangkap bubu lebar di bagian luar lalu mengecil ke bagian dalam. Ini membuat ikan tidak dapat lolos keluar ketika sudah terperangkap. Bubu juga merupakan warisan budaya dan identitas komunitas lokal. Pembuatan dan penggunaan bubu sering kali melibatkan keterampilan dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Sampai saat ini, bubu masih dipakai oleh para nelayan di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Jakarta, baik untuk penangkapan ikan air laut maupun air tawar. Salah satu yang masih menggunakan bubu sebagai alat menangkap ikan adalah komunitas nelayan di kawasan Cilincing. Berdasarkan penuturan mereka, bubu yang terbuat dari bambu biasa digunakan untuk penangkapan ikan air tawar. Sedangkan untuk menangkap ikan di wilayah air asin, para nelayan menggunakan bubu yang terbuat dari besi/kawat, berbentuk kubus dan kadang dapat dilipat. Perbedaan ini dikarenakan arus perairan tawar cenderung lebih tenang dibanding arus perairan asin, sedangkan bubu dari kawat/besi lebih kuat menahan arus air dibanding bubu dari bambu.

Nomor Inventarisasi: MSJ/ETG/PRL/0195
Material: Bamboo
Dimensi: Tinggi 70 cm, Diameter 23 cm

Salma Alfrida from Pamong Budaya Pelaksana, UP. Museum Kesejarahan Jakarta, shares the significance of the Bubu.

Curators

Intan Cahyanita | Museum of Fine Art and Ceramics
Dewie Novieana | Museum of Fine Art and Ceramics
Karima Marti Saraswati | Textile Museum Jakarta
Salma Afrida | Jakarta History Museum