Pada abad ke-16, Lasem, yang terletak di pantai timur laut Jawa, adalah salah satu kota penting yang dinamis di wilayah kerajaan Majapahit (1293-1527 M). Kota Lasem atau Lao Sam adalah rumah bagi imigran dari Tiongkok dari abad ke-14 hingga ke-15 dan seterusnya. Hal ini menyebabkan kuatnya akulturasi budaya Tionghoa dan Jawa (budaya Peranakan), terutama dalam tradisi, makanan, dan arsitektur.
Cetakan kue ini digunakan untuk membuat Kue Ku atau Âng-ku-kóe (紅龜粿) atau Âng-ku-kóe (紅龜粿), kue tradisional berwarna merah, berbentuk seperti tempurung kura-kura dan melambangkan umur panjang. Kue Ku terbuat dari tepung ketan dengan isian kacang hijau dan disajikan di atas selembar daun pisang. Kue ini biasanya disajikan saat Tahun Baru Imlek dan perayaan lainnya, seperti upacara khitanan dan hari raya di Indonesia
Hubungan antar budaya
Koleksi ini berasal dari tahun 1920-an hingga 1930-an dan dimiliki oleh Gho Nie Tjie Nio, seorang keturunan Tionghoa Peranakan di Lasem. Ia mengumpulkan cetakan dari pengrajin lokal. Cetakan kue terdiri dari banyak bentuk, seperti bunga dan hewan, masing-masing memiliki makna simbolis. Cetakan kue tersebut diwariskan secara turun temurun dalam keluarga hingga tahun 2016 dan saat ini disimpan di Museum Roemah Oei.
Cetakan ini memiliki arti penting bagi sejarah Lasem dan keluarga Oei, serta merepresentasikan keragaman budaya di Lasem dan Indonesia secara lebih luas. Kue Ku sampai saat ini masih digemari dan dinikmati oleh orang-orang dari berbagai latar belakang. Arti penting koleksi ini terletak pada kue sebagai simbol tradisional dalam perayaan, seni, dan peran perempuan Peranakan Tionghoa dalam rumah tangga, serta industri kue di Indonesia.
Scholastica Rania dari Museum Oei di Lasem berbagi mengenai arti penting dari koleksi cetakan kue.