Miniatur perahu yang terbuat dari cengkih ini dibuat untuk dijual kepada pengunjung Eropa sebagai oleh-oleh dari Kepulauan Rempah (Indonesia) yang menunjukkan betapa pentingnya penyeberangan laut bagi perdagangan rempah-rempah. Cengkih (Syzygium caryophyllata) adalah salah satu rempah yang diperdagangkan jarak jauh melalui laut di Asia Tenggara ke Cina, India dan Eropa selama ribuan tahun. Cengkih berasal dari hanya lima pulau vulkanik kecil di Kepulauan Hindia Timur: Ternate, Matir , Tidore , Makian dan Bacan, daerah-daerah kepulauan Maluku.
Miniatur ini terbuat dari cengkih kering, dijahit dan direkatkan. Pada dek perahu, dapat dilihat pendayung serta anggota pemain gamelan. Model cengkih mempunyai gaya yang beragam – yang mewakili perahu yang berbeda-beda - dari perahu tradisional Indonesia seperti kora kora (Sampan Maluku) hingga perahu-perahu bergaya Eropa seperti schooners dan pinisi. Miniatur perahu cengkih yang diperoleh belum lama ini, berasal dari harta peninggalan yang konon pernah dimiliki oleh Tuan Lionel Samson, seorang pedagang impor yang berasal dari Fremantle pada abad kesembilan belas.
Hongi-tochten
Selama abad ke-17, monopoli rempah VOC atau United Dutch East India Company dijalankan di Maluku oleh hongi-tochten, sebuah ekspedisi rutin perahu kora kora yang berbekal senjata bersenjata untuk menumpas praktik perkebunan cengkih yang tidak sah dan untuk melakukan tindakan hukuman terhadap mereka yang melanggar mandat tersbut. Pada waktu itu, VOC melarang budidaya cengkih di luar Ambon dan sebagai imbalan pembayaran tahunan, Sultan Ternate setuju untuk memberhentikan budidaya cengkih di daerahnya. Armada hongi terdiri dari puluhan perahu kora kora berwarna cerah, yang panjangnya antara 10 sampai 30 meter dan memilliki cadik. Satu perahu kora kora yang besar bisa membawa hingga 200 penumpang bersenjata. Para pendayung dari Ambon mendayung dengan mengikuti irama dari setidaknya satu penabuh, seperti yang digambarkan pada miniatur perahu cengkih ini.