Meriam ‘Si Jagur’ memiliki sejarah panjang dan menarik dan telah berpindah-pindah lintas wilayah dari Makau ke Malaka, sampai pada akhirnya ke Batavia (sekarang Jakarta). Meriam ini dibuat pada tahun 1625 oleh seorang insinyur kelahiran Portugis bernama Manuel Tavares Bocarro dari Makau. Si Jagur dilebur dari 16 meriam kecil dan memiliki berat 3,5 ton. Ujung meriam berbentuk ibu jari yang terjepit di antara dua jari, sebuah isyarat cabul yang pada waktu itu digunakan untuk menghina musuh.
Dilupakan dan ditemukan kembali
Portugis memindahkan meriam ini ke Malaka untuk mempertahankan kota-kota dari gempuran Belanda. Pada tahun 1641 Malaka direbut oleh Belanda, dan meriam ini dibawa ke Batavia dan kemudian ditempatkan di Benteng Batavia (Kasteel Batavia). Ia berada di Benteng Batavia sampai dengan tahun 1809, lalu ketika benteng tersebut dibongkar, Si Jagur ditinggalkan begitu saja.
Pada abad ke-20, masyarakat menemukannya kembali dan memberinya sebuah makna baru yang penting. Sebuah kepercayaan populer mempercayai bahwa meriam ini memiliki kekuatan khusus yang dapat membantu kesuburan, oleh karena itu persembahan bunga dan dupa (sesajen) pun sering ditempatkan di dekatnya. Pada tahun 1974 Si Jagur dipindahkan ke Museum Sejarah Jakarta dan saat ini masih berada di alun-alun di depan museum. Ia menjadi salah satu koleksi yang populer di kalangan pengunjung.
Kurator dari Museum Sejarah Jakarta menceritakan arti penting meriam Si Jagur yang menjadi koleksi museum tersebut