Gelang Tumbuk, kadang-kadang disebut sebagai Gelang Iyok, berbentuk spiral dan terbuat dari campuran kuningan dan perak. Gelang ini adalah salah satu dari ratusan benda budaya yang dikumpulkan selama ekspedisi militer kolonial yang dipimpin oleh Mayor G.C.E. van Daalen pada tahun 1901 di daerah Gayo dan Alas Aceh. Koleksi tersebut diserahkan kepada Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (pendahulu Museum Nasional Indonesia) pada tahun 1902 sebagai barang rampasan perang kolonial.
Memahami harta warisan budaya
Melalui proses evaluasi kritis dan konsultasi dengan masyarakat lokal, Museum Nasional Indonesia telah bekerja untuk memahami sejarah dan makna objek dan menghubungkannya kembali dengan konteks lokalnya. Konsultasi antara Museum Nasional Indonesia dan masyarakat di Alas untuk memahami dan mendokumentasikan signifikansi gelang tumbuk masih berlangsung.
Dahulu, gelang ini merupakan bagian dari aksesori pakaian tradisional wanita bangsawan dan keturunan raja di Alas. Biasanya dipakai saat upacara adat seperti pernikahan, aqiqah (upacara kelahiran dan penamaan anak dimana daging dari hewan kurban dimasak dan dibagikan kepada keluarga, teman dan anggota masyarakat yang membutuhkan) dan upacara khitanan. Gelang ini dikenakan di tangan hingga lengan atas. Gelang tersebut dihiasi dengan motif bunga meshikat dari daerah Alas. Motif meshikat juga terdapat pada kain tradisional. Saat ini, gelang spiral seperti ini sudah jarang ditemukan. Wanita masih memakai gelang di lengan atas, tetapi tidak lagi memakai gelang berbentuk spiral (Tumbuk).
Kurator dari Museum Nasional Indonesia berbagi mengenai sejarah dari Gelang Tumbuk dan usaha untuk mengaitkan kembali objek tersebut dengan masyarakat dari Alas, dataran tinggi di Aceh, tempat asal gelang itu.